
Wah ... wah, sangat memprihatinkan dan sangat sangat menyakitkan hal ini sampai terjadi pada tanah kelahiran saya. Karya seni dan budaya yang seharusnya menjadi milik masyarakat bersama sekarang malah menjadi milik perorangan. Orang bule memanfaatkan keluguan dan keramahan orang Bali yang sudah ngajarin berbagai ilmu kesenian dengan penuh kesabaran di desa internasional seperti UBUD. Tapi apa yang mereka dapat? Benar-benar air susu dibalas air tuba ...
atau malah pemerintah kita yang kebakaran jenggot?
Kalau dulu Pariwisata Bali menjadi korban aksi terorisme oleh oknum bangsa kita sendiri, Bom Bali I dan Bom Bali II. Sekarang, disaat Pariwisata Bali mulai menggeliat lagi, tiba-tiba saja tertimpa masalah seperti ini dari orang-orang asing. Pariwisata dan kebudayaan Bali benar-benar ditindas dan dirongrong dari dalam dan luar negeri ....mengerikan sekali kawan....
http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/12/14474846/weleh....perajin.bali.malah.dituding.menjiplak
Weleh... Perajin Bali Malah Dituding Menjiplak
KOMPAS/AYU SULISTYOWATI
Belasan perajin perak Bali demo di halaman kantor DPRD Bali. Mereka menuntut perhatian anggota dewan rakyat agar peduli nasib mereka yang di jajah asing dengan mematenkan sejumlah hasil karya mereka.
/
Artikel Terkait:
Perajin Perak Bali Protes
Banyak Perajin Perak Jadi Tukang Batu
JUMAT, 12 SEPTEMBER 2008 | 14:47 WIB
DENPASAR, JUMAT- Malang benar nasib Ketut Deni Aryasa, perajin perak asal Bali. Ia dituding menjyiplak salahsatu motif perusahaan perak milik asing, PT Karya Tangan Indah. Deni Aryasa bahkan telah diseret ke meja hijau dan dituntut dua tahun penjara.
"Motif yang saya gunakan ini adalah milik kolektif masyarakat di Bali, yang sudah ada sejak dulu. Bukan milik perseorangan, tapi mengapa bisa dipatenkan pihak asing," kata Deni Aryasa, yang ditemui di rumahnya di Denpasar, Jumat (12/9).
Deni Aryasa dituding meniru dan menyebarluaskan motif fleur atau bunga. Padahal motif ini adalah salah satu motif tradisional Bali yang kaya akan makna. Motif serupa dapat ditemui di hampir seluruh ornamen seni di Bali, seperti gapura rumah, ukiran-ukiran Bali, bahkan dapatditemui sebagaimotif pada sanggah atau tempat persembahyangan umat Hindu di Bali.
Ironisnya, motif tradisional Bali ini ternyata dipatenkan pihak asing di Direktorat Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia pada tahun 2006 dengan nomor 030376. Pada surat keputusan Ditjen Haki, tertulis pencipta motif fleur adalah Guy Rainier Gabriel Bedarida, warga Prancis yang bermukim di Bali. Sedangkan pemegang hak cipta adalah PT Karya Tangan Indah milik pengusaha asal Kanada, John Hardy.
Dengan tudingan melanggar hak cipta, Deni Aryasa kini dituntut dua tahun penjara. Bahkan Deni sempat ditahan selama 40 hari di LP Kerobokan Bali. Kini Deni menjalani tahanan rumah. "Saya mungkin satu-satunya orang yang dituntut melanggar hak cipta yang pernah ditahan selama 40 hari," kata Deni Aryasa.
Peradilan kasus hak cipta ini akan dilanjutkan pada Rabu (17/9) mendatang di Pengadilan Negeri Denpasar dengan agenda pledoi atau tanggapan terhadap tuntutan jaksa.
Motif fleur ini juga telah dipatenkan di Amerika Serikat, sehingga kini perajin perak di Bali yang menggunakan motif yang sama pun terancam ikut terjerat pelanggaran hak cipta. Asosiasi Perajin Perak mencatat terdapat sedikitnya 800 motif perak tradisional Bali yang telah dipatenkan pihak asing di Amerika Serikat.
===========================
Berikut kisah yang lagi hangat di milis-milis
Kisah Sedih dari Bali
Kisah sedih dialami Desak Suarti, seorang pengerajin perak dari
Gianyar, Bali. Pada mulanya, Desak menjual karyanya kepada seorang
konsumen di luar negeri. Orang ini kemudian mematenkan desain
tersebut. Beberapa waktu kemudian, Desak hendak mengekspor kembali
karyanya. Tiba-tiba, ia dituduh melanggar Trade Related Intellectual
Property Rights (TRIPs). Wanita inipun harus berurusan dengan WTO.
"Susah sekarang, kami semuanya khawatir, jangan-jangan nanti beberapa
motif asli Bali seperti `patra punggal', `batun poh', dan beberapa
motif lainnya juga dipatenkan" kata Desak Suarti dalam sebuah wawancara.
Kisah sedih Desak Suarti ternyata tidak berhenti sampai di sana.
Ratusan pengrajin, seniman, serta desainer di Bali kini resah menyusul
dipatenkannya beberapa motif desain asli Bali oleh warga negara asing.
Tindakan warga asing yang mempatenkan desain warisan leluhur orang
Bali ini membuat seniman, pengrajin, serta desainer takut untuk berkarya.
Salah satu desainer yang ikut merasa resah adalah Anak Agung Anom
Pujastawa. Semenjak dipatenkannya beberapa motif desain asli Bali oleh
warga asing, Agung kini merasa tak bebas berkarya. "Sebelumnya, dalam
satu bulan saya bisa menghasilkan 30 karya desain perhiasan perak.
Karena dihinggapi rasa cemas, sekarang saya tidak bisa menghasilkan
satu desain pun," ujarnya hari ini.
Potret di atas adalah salah satu gambaran permasalahan perlindungan
budaya di tanah air. Cerita ini menambah daftar budaya indonesia yang
dicuri, diklaim atau dipatenkan oleh negara lain, seperti Batik
Adidas, Sambal Balido, Tempe, Lakon Ilagaligo, Ukiran Jepara, Kopi
Toraja, Kopi Aceh, Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayang Sayange, dan lain
sebagainya.
LANGKAH KE DEPAN
Indonesia harus bangkit dan melakukan sesuatu. Hal inilah yang
melatarbelakangi berdirinya Indonesian Archipelago Culture Initiatives
(IACI), informasi lebih jauh dapat dilihat di
http://budaya-indonesia.org/ . Untuk dapat mencegah agar kejadian di
atas tidak terus berlanjut, kita harus melakukan sesuatu. Setidaknya
ada 2 hal perlu kita secara sinergis, yaitu:
1. Mendukung upaya perlindungan budaya Indonesia secara hukum. Kepada
rekan-rekan sebangsa dan setanah air yang memiliki kepedulian (baik
bantuian ide, tenaga maupun donasi) di bagian ini, harap menggubungi
IACI di email: office@budaya- indonesia. org
2. Mendukung proses pendataan kekayaan budaya Indonesia. Perlindungan
hukum tanpa data yang baik tidak akan bekerja secara optimal. Jadi,
jika temen-temen memiliki koleksi gambar, lagu atau video tentang
budaya Indonesia, mohon upload ke situs PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA
INDONESIA, dengan alamat http://budaya-indonesia.org/ Jika Anda
memiliki kesulitan untuk mengupload data, silahkan menggubungi IACI di
email: office@budaya- indonesia. org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar